Percikan Cinta di Tahun Baru






                Senja membingkai lukisan lanskap kemilau cahaya jingga di ufuk Barat. Kuntum mawar bergoyang pasrah tertiup angin yang mulai terasa menggigil dingin. Jerit daun pintu yang belum tertutup meningkahi kicau burung di pohon cemara, serta derai tawa anak-anak seusai bermain sepak bola di lapangan kecil samping pabrik es. Sesungguhnya suasana beranda paviliin terasa begitu indah dan damai. Namun tidak kali ini…

                Andre mendesah galau. Ada himpitan problema yang membuatnya resah tiada menentu. Sebentar lagi malam menjelang malam tahun baru. Malam yang hakikatnya disambut dengan istimewa. Terbesit di benaknya sebuah momen yang dalam seminggu ini diimpikan dan dinantikannya. Tania, sang pujaan hati, malam ini akan memberi jawaban atas pernyataan cinta yang telah diucapkannya di sudut taman sekolah. Namun dengan satu balutan persyaratan, Andre harus membawa seikat mawar merah dan sekantung jumbo permen warna warni pada pesta kembang api yang diadakan Tania di bungalow milik keluarganya. Ah, terlalu mengada-ada. Kekanak-kanakan, Andre jadi merasa terjebak dalam keraguan. Kata hatinya seketika.
                “Akankah Tania membalas cinta tulusnya dengan kesungguhan hati? Atau hanya akan menjadikan dirinya bahan konyolan semata?”
                Di balik tirai amore yang berkibar resah di hati dalam rentang waktu bersamaan Andre merasa prihatin dan terjerat temali kesedihan melihat ibunya yang kerap mengeluh akhir-akhir ini. Namun ibunya tak pernah terluka menjelaskan tentang sakit apa yang dideritanya. Selalu merahasiakannya. Namun yang jelas, tubuh ibunya tampak menyusut kurus, lemah, dan pucat. Dan kini, wanita paruh baya itu terbaring lemah di tempat tidur, sesekali terbatuk, menyentuh kepiluan di hati.
                Malam pun akhirnya menyeruak datang. Dengan satu kibasan gundah, Andre menutup tirai jendela kaca. Mencoba menghindar dari pendar cahaya bintang yang mulai bermunculan di kanvas langit malam. Namun dia tak kuasa menepis baying-bayang taburan kemilau cahay kembang api dan seuntai kecriaan senyum-tawa manis Tania.
                Waktu pun bergulir. Seiring kepungan desir kembimbangan di sudut hatinya. Andre telah mempesiapkan serangkai hal yang dibutuhkan untuk pergi ke pesta Tania mala mini. Sebuah perjuangan demi sepercik cinta Tania. Jeans dan kemeja model terkini plus jaket, juga serangkum bunga mawar dan permen berbagai warna warni sebagai password, serta motor gedenya yang telah kinclong di doorsmeer. Dengan selubung hati terpaksa, Andre juga telah menelepon Tante Ruth, adik bungsu ibunya, untuk segera datang dan menjaga ibunya malam ini.
                Namun lewat celah kisi-kisi hati, bermunculan seleret bisikan lirih, “Akankah begitu teganya meninggalkan ibu yang terkulai sakit?”
                Andre terdera rasa serba salah. Tergugu dan termangu.
                Tetapi di satu sisi hati yang lain, sesungguhnya Andre tak kuasa untuk menepis baying-bayang Tania. Hatinya telah sekian lama mendambakan seorang kekasih. Dia ingin terlepas dari jerat kesepian selam ini. Dia ingin memiliki tempat curahan hati dalam berbagi segenap suka duka dan untaian kasih sayang. Kata hatinya mengatakan bahwa Tania, teman sekelasnya itu adalah gadis yang pantas menjadi kekasih pelipur jiwa mengisi hari-harinya.
                “Aku akan menjawab pernyataan cintamu pada malam tahun baru. Kamu harus datang di pestaku. Harus!” tegas suara Tania, membuat Andre pasrah mennati dan menghitung perjalanan waktu.
                Andre sempat terkesiap dan salah tingkah, ketika suatu hari Cici, teman akrab Tania menceritakan sebuah rahasia tentang bebrapa cowok yang juga dekat dengan Tania.
                “Bukan hanya kamu yang nembak Tania, Dre Ada juga Yoga, dia anak kuliahan. Juga ada cowok yang kerja di bank swasta. Namanya David. Ketua OSIS kita juga sering BBMan sama Tania. Dan setahuku, semuanya diundang ke pestanya. Dan enggak tahu sih siapa nanti yang akan dipilih Tania sebagai pacar resminya.” Cici tergelalak renyah, seakan menyipratkan secawan air pada bara api semangat di hati Andre.
                Namun Andre tetap berambisi. Apapun yang terjadi, dia harus mendengar jawaban dari Tania. Dari sikap dan tatapan teduh mata Tania selama ini, Andre manjalin keyakinan bahwa dialah yang akan terpilih menjadi pangeran pelindung jiwa raganya Tania.
                Andre dan motor gedebya telah meluncur menuju pesta Tania. Tapi, tiba-tiba handphonya bordering terdengar suara Tante Ruth panic di seberang sana.
                “Andre, kamu dimana? Keadaan ibumu gawat. Harus segera dibawa ke rumah sakit.!”
                Tubuh Andre langsung berdesir. Jiwanya bergetar. Gejolak rasa cemas, resah dan sedih berkecamuk di hati menjadi satu. Dia sangat mencintai ibunya. Satu sosok single parent yang sabar, tabah dan tegar memikul tanggung jawab dan mencurahkan kasih sayangnya semenjak ayah telah tiada.
                Dan akhirnya, semua telah terjadi. Di ruangan putih ini, dengan tertusuk kepiluan hati Andre menatap tubuh ibunya yang lemah terbaring di ranjang rumah sakit. Menurut dokter, ibunya menderita kanker rahim, dan harus dioperasi. Sepanjang detik berlalu, Andre terus berdoa demi kesembuhan ibunya. Dia mencoba meredakan gerimis kecewa didadanya akan panah asmaranya. Berusaha membesarkan hati, dan rela meneguk kepasrahan. Dia telah gagal memenuhi persyaratan yang Tania ajukan. Cintanya kini melayang-layang di angkasa tanpa arah yang jelas.
                Sekonyong-konyong terdengar suara derap langkah dari arah koridor. Detik selanjutnya bermunculan wajah-wajah di ambang pintu. Andre begitu terpana. Terperangah tanpa kata. Ada sosok Tania, dan beberapa teman sekelas lainnya. Apakah ini mimpi?
                “Andre, ibumu baik-baik saja?” terdengar suara Tania berbau cemas, membuncah hati yang gelisah.
                Andre hanya mampu menatap lekat pada bening mata Tania. Mencoba mencari arti dari semua ini. Tania rela meninggalkan pesta tahun barunya, demi kepeduliannya terhadap ibunya Andre, atau demi menghibur hatinya, atau mungkin sebagai isyarat bahwa Tania memberikan sepercik cinta untuk Andre.. Ah, Andre sungguh tak kuasa menginterpretasikannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi dan Sinopsis Novel Matahari - Tere Liye

Terbiasa dengan Luka

Hai, Aku Matilda