Corat-coret di Toilet
Judul :
Corat-coret di Toilet
Penulis :
Eka Kurniawan
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit :
April 2014
Tebal buku :
140 hlm.
ISBN :
978-602-03-2893-5
“Reading is dreaming with open eyes..”
Buku pertama yang menjadi bacaan bulan Februari adalah
buku Eka Kurniawan yaitu Corat-Coret di Toilet. Buku yang terbit pada April
2014 ini baru saya baca setelah 4 tahun kemudian hihi.
"Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya
kepada dinding toilet."
Ini kali kedua saya membaca karya Eka
Kurniawan setelah menuntaskan membaca buku berjudul Cantik Itu Luka (2002). Buku ini terdiri dari duabelas cerita
pendek dan dengan gaya khasnya, Eka Kurniawan berhasil membuat pembacanya
memasuki dunianya, melihat masalah-masalah politik dan sosial, masalah yang
sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, serta kisah cinta yang
disajikan dengan apik. Corat Coret di Toilet ini juga masih menggunakan bahasa
yang menurut saya masih tergolong mudah dicerna pembaca dengan kadar nalar yang
tidak terlalu tinggi hingga cocok dibaca oleh remaja menjelang dewasa seperti
saya hehe.
Menurutku cerita yang menjadi andalannya
adalah cerita yang serupa dengan judul buku ini Corat-Coret di Toilet. Bercerita
tentang dinding toilet yang dipenuhi coretan yang berisi unek-unek dan aspirasi
siapa saja yang masuk ke dalamnya. Dinding toilet itu baru saja dicat namun
seorang pengguna toilet yang iseng kemudian menuliskan unek-uneknya pada
dinding toilet dengan sebuah spidol. Melihat satu tulisan di toilet, pengguna
toilet berikutnya pun tergerak untuk ikut menulis bahkan dengan lipstik hingga
dinding tersebut penuh dengan coretan yang terbilang masih berkesinambungan. Alhasil,
dinding toiIet penuh dengan tulisan tentang revolusi yang gagal, para kaum
Hedonis, karikatur PKI: Penggemar Komik Indonesia. Isi dalam cerpen ini
menggambarkan dengan tepat kondisi masyarakat yang lebih senang menuangkan
unek-unek serta aspirasinya pada dinding daripada menyampaikannya secara
langsung. Dibalik cerita ini ada pesan yang kuat tentang keadaan tahun 1999
silam.
"Semua orang tahu belaka, toilet itu dicat agar tampak bersih dan terasa nyaman. Sebelumnya, ia menampilkan wajahnya yang paling nyata: ruangan kecil yang marjinal, tempat banyak orang berceloteh. Dindingnya penuh dengan tulisan-tulisan konyol yang saling membalas, tentang gagasan-gagasan radikal progresif, tentang ajakan kencan mesum, dan ada pula penyair-penyair yang puisinya ditolak penerbit menuliskan seluruh master piece-nya di dinding toilet. Dan para kartunis amatir, ikut menyemarakan dengan gagasan-gagasan 'the toilet comedy'. Hasilnya, dinding toilet penuh dengan corat-coret nakal, cerdas maupun goblok, sebagaimana toilet-toilet umum di mana pun: di terminal, di stasiun, di sekolah-sekolah, di stadion, dan bahkan di gedung-gedung departemen." Hlm. 27.
Setelah
membaca keseluruhan, saya mengapresiasi cerita si penulis yang tergolong ringan
dan menarik. Membaca buku Corat-coret di toilet tidak membutuhkan waktu lama. Oleh
karena itu saya membaca buku ini hanya dalam beberapa jam saja.
Tertarik?
Komentar
Posting Komentar