Ketika Membaca Jadi Keluhan




Oleh: Iin Prasetyo.
 
BANYAK pelajar mengeluh ujian bahasa (Indonesia), khususnya ujian skala besar (ujian nasional, SBMPTN, UMPTN, dan lain-lain). Ada beberapa hal yang mengakibatkan keluhan itu diidap oleh kita dan itu terjadi atas faktor diri sendiri. Bukan karena (lagi- lagi) kesalahan pemerintah yang mewajibkan ujian pelajaran bahasa yang terlalu banyak wacana dibanding pelajaran lain.

Faktor itu adalah akibat malas membaca dan tidak paham teknik membaca.
Membaca adalah usaha untuk memperoleh pengetahuan/informasi sehingga pertanyaan dan kesilapan dapat diselesaikan dengan baik. Dibanding dengan survei ataupun eksperimen untuk membuat suatu bacaan/artikel membaca adalah usaha yang terbilang mudah dan murah. Walaupun kadang kita memerlukan dua hal tersebut untuk menyeimbangkan isi bacaan. Tetapi, ketika kita memperoleh informasi dengan usaha di luar mem­baca, seperti tahu dari mulut ke mulut (desas-desus) di lapangan tetap saja kita memastikan kelugasannya dengan membaca.

Malas Membaca
Melihat buku pelajaran yang bertumpuk, bagi yang tak suka mem­baca itu bagaikan kotak–kotak nasi yang di dalamnya berisi makanan yang tidak disukai, tapi dibutuhkan. Bila kita malas makan sayur, maka akan ke­kurangan asupan gizi. Begitu pun membaca, bila malas akan rabun informasi. Kalau rabun mata bukan karena kebanyakan membaca, tapi karena kekurangan gizi/vitamin.

Seperti kejadian sehari-hari sebagai pelajar, ketika guru memberikan materi setelah per kompetensi dasar) atau per standar kompetensi, guru wajib mem­berikan kuis/ujian. Akan tetapi umum­nya materi yang diberikan guru di sekolah tidak detail atau dalam bahasa lainnya tidak sesuai materi/lain dari materi/belum pernah dipelajari. Padahal kuis yang diberikan itu adalah bagian terkecil dari materi yang sengaja tidak disampaikan agar muridnya mencari dan mendalami hal lain terkait materi yang disampaikan secara umum dan itu didapat dengan usaha membaca.

Perkara lain, akibat malas membaca ketika menghadapi ujian bahasa. Seperti kita ketahui, ujian bahasa Indonesia hampir seratus persen berisi memahami bacaan/wacana, setiap soal akan menjadi bumerang bagi kita. Lain halnya dengan orang yang beruntung, jawaban ‘cap-cip-cup’ atau hitung kancing seragam.

Teknik Membaca
Sebuah ilustrasi: Si Suka dan Si Cinta adalah murid yang sama-sama pandai di sekolah. Mereka diberi tugas dua lembar kertas oleh guru. Selembar berisi artikel 80 kata dan selembar lagi berisi pertanyaan dan kolom jawaban terkait artikel tersebut. Dengan waktu 2-3 menit mereka harus menyelesaikan tugas itu.

Diketahui hasil kerja mereka setelah waktu yang ditentukan, bahwa si Suka tak mampu menyelesaikan tugas itu, padahal si Suka sudah menelaah dengan membaca berulang-ulang untuk menjawab pertanyaannya. Mengapa dikatakan belum berhasil/tuntas? Sedangkan si Cinta dapat menye­lesaikan tugas itu dengan tuntas. Hal ini terjadi karena si Cinta paham akan teknik membaca cepat.

Ada beberapa kebiasaan buruk yang menjadi penghambat membaca cepat, seperti membaca dengan bersuara dan gerakan bibir komat-kamit (walaupun tak bersuara), gerakan kepala dan menunjuk sepanjang kata dengan jari, regresi (mengulang-ulang). Semuanya itu adalah ‘pemakan waktu’ yang tidak pernah kenyang dan waktu selalu habis sia-sia.

Ada satu teori bahasa, bahwa kecepatan membaca seorang dikatakan standar jika mampu membaca 300 kata per menit dengan tingkat pemahaman minimal 75%. Dengan rumus dasar: jumlah kata per menit dikalikan persentase pemahaman maka dihasilkan kata per menit. Sedangkan rumus persentase pemahaman: jumlah jawaban benar per jumlah soal di­kalikan 100 persen maka dihasilkan berapa persen pemahaman pembaca. Yang dimaksud jumlah kata adalah jumlah kata per baris dikalikan jumlah baris maka dihasilkan kata (dalam satu paragraf/wacana).

Membaca cepat sangat penting bagi kita karena dapat menghemat waktu, menyerap informasi secara efektif, mengasyikkan karena dapat mem­perluas cakrawala mental, melatih berbicara secara efektif dan sangat menolong ketika ujian (bukan membaca contekan). Di era globalisasi ini, informasi yang responsif mengharuskan seseorang tekun membaca agar tidak ketinggalan zaman.

Sistem SQ3R
Pada 1941, Francis P Robinson mengemukakan sistem baca SQ3R, yakni proses baca yang terdiri atas lima langkah, yaitu survey, question, read, recite, dan review (SQ3R). Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan pe­mahaman minimal 75%.

Survey (mengamati), adalah untuk mengenal ikhtisar secara keseluruhan bacaan yang akan dibaca dengan tujuan mempercepat menangkap arti, men­dapat abstrak, mengetahui ide-ide yang penting, dan agar lebih mudah meng­ingat.

Question (bertanya), mengajukan berbagai pertanyaan dengan mengubah judul dan subjudul menjadi sebuah pertanyaan, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana.

Kemudian, read (membaca), bukanlah langkah pertama atau satu-satunya untuk mengetahui isi bacaan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan, tidak membuat catatan-catatan dan tidak membuat tanda-tanda seperti garis bawah di kata atau frasa tertentu saat sedang mem­baca, karena dapat memperlambat kecepatan membaca. Bila ada hal yang menarik dan perlu ditandai, kita cukup menandai silang/ceklis di pinggir halaman. Pada tahap ini konsentrasikan untuk menemukan ide pokok dan mengetahui detail isi bacaan yang penting–penting.
 
Berikutnya, recite (mengendapkan), kita dapat berhenti sejenak, lalu menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan. Review (melihat ulang), setelah membaca secara keseluruhan, ulangilah dengan menelusuri judul dan subjudul serta bagian-bagian penting lainnya. Kemudian, temukan pokok-pokok penting untuk dilihat kembali.

Berbekal pengetahuan yang dimiliki atas membaca buku pelajaran ketika latihan materi, untuk mempersingkat atau memaksimalkan waktu ujian,  dapat dilakukan dengan memulai dengan berdoa. Selanjutnya, terlebih dahulu membaca dan memahami soal yang diterangkan. Contohnya, tentang ide pokok paragraf tersebut atau tentang kutipan paragraf tersebut. Bacalah wacana dengan konsentrasi.

Hindari regresi karena menghambat kecepatan membaca. Jangan selalu berhenti lama di awal baris/kalimat karena dapat memutuskan hubungan makna antarkalimat. Biasakan selalu menemukan kata kunci pada wacana atas soal pertanyaan  yang diterakan. Karena kata-kata kunci setiap wacana adalah bagian terpenting untuk men­dapatkan jawaban. Kata kunci ber­barengan dengan gagasan utama, abaikan saja kata-kata tugas yang sifatnya berulang, misalnya kata ‘yang’, ‘di’, ‘dari’, ‘pada’, dan lain-lain.

Membaca adalah bagian terpenting atas pengetahuan seseorang. Membaca cepat adalah teknik membaca yang bertujuan memperoleh informasi dengan cepat dan tepat serta me­maksimalkan waktu sehingga efisien. Kadang kita suka sebel kalau tiba ujian bahasa karena pasti terbayang berbagai macam paragraf/ wacana. Tenanglah, setiap wacana yang dipersoalkan pasti ada kalimat utama dan kalimat pen­jelasnya.

Pandai saja tidak cukup, tapi pandai-pandailah, begitulah kata pepatah. Sama dengan membaca, sepandai-pandai kita membaca semakin pandai bila sering membaca. Sepandai-pandai kita menjawab soal bahasa, maka memahami teknik membaca cepatlah solusinya.   

* Artino, Desember 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi dan Sinopsis Novel Matahari - Tere Liye

Terbiasa dengan Luka

Hai, Aku Matilda