Everything has a time.



Judul Buku      : Angan Senja & Senyum Pagi
Penulis             : Fahd Pahdepie
Penerbit           : Falcon Publishing
Tahun Terbit    : 2017
Tebal buku      : 360 hlm.
Ukuran buku   : 14 x 29,5 cm.
ISBN               : 976-602-60514-5-5

"Pada waktunya, semua orang akan bahagia dengan jalannya sendiri-sendiri. Tinggal kita mau mengambil langkahnya atau tidak.." (hlm. 200 ).
Wahh.. what a great book. Sepertinya buku ini pantas jadi rekomendasi dari saya untuk kalian para readers yang suka cerita romansa. Buku ini terbitnya Maret tahun lalu (2017) dan saya baru baca sekarang karena mood membaca buku ini belum muncul kala itu. Jadi, bukunya dibeli dahulu baru ditumpukkan dan akhirnya dibaca setahun kemudian :D

Okay, langsung saja ya.. Aku akan kasih tahu spoiler dan bagaimana sensasi ketika membaca buku ini.

Angan Senja dan Senyum Pagi, 2 nama yang unik. 2 orang yang bertemu secara tidak sengaja saat keduanya masih berseragam putih abu-abu. Senyum Pagi sudah duduk di kelas 3 IPS C, sementara Angan Senja baru duduk di kelas 1 IPA A. Suatu hari mereka membolos dan bertemu di sebuah ruangan yang tidak dipakai lagi di belakang sekolah, dan akhirnya tempat itu mereka namakan gua persembunyian. Dan dari sinilah kisah mereka bermula. 

Angan sang juara olimpiade Matematika dan Pagi si cewek populer di sekolah, akhirnya mereka berdua menjalin persahabatan. Meski Angan adik kelas Pagi, tak bisa dipungkiri bahwa ada rasa yang berbeda dalam hatinya. Terlebih saat mereka kemudian menjalin hubungan dengan status pura-pura berpacaran, namun nyatanya mereka memang sama-sama memendam rasa. Mereka berdua sama-sama menyukai musik, dan lagu favorit mereka adalah “Cinta Kan Membawamu..” milik Dewa 19. Kata-katanya yang puitis membuat mereka senang dengan lagu tersebut.

Mereka semakin sering bertemu dan Pagi suka berkunjung ke rumah Angan dan mengenal Ibu Angan. Disinilah Pagi dan Ibu Angan menjadi sangat dekat. Suatu hari saat Pagi berniat mengungkapkan isi hatinya kepada Angan, mengingat ia akan segera lulus, ternyata Angan sudah keburu memberinya kejutan bahwa dirinya lulus beasiswa ke Amerika. Mengulum senyum, Senyum Pagi menelan kembali niatnya untuk menyampaikan perasaannya.

Singkat cerita mereka akhirnya berpisah untuk beberapa lama. Dan bertemu kembali karena sebuah ketidaksengajaan pula. Angan Senja telah memiliki perusahaan akuntan terbaik di Jakarta, sementara Senyum Pagi telah memiliki seorang anak cantik bernama Embun Fajar, buah hati dari pernikahannya yang pertama dengan seorang pemain band. Dengan getar cinta yang masih sama seperti 17 tahun silam, seharusnya mereka bisa saja memulai segalanya bersama-sama kembali. Tetapi pada momen pertemuan itu, Pagi sedang sibuk mengurus persiapan pernikahan keduanya dengan seorang pengacara bernama Hari. Sementara Angan sudah berniat untuk menjalankan wasiat Ibunnya yang memintanya menikahi Dini. Angan harus menerima kenyataan yang pahit, dan harus terus berusaha melupakan masa indah 17 tahun lampau, Pagi pun turut menyesali hal ini, mengapa kita baru bertemu sekarang? Disaat semuanya terasa sudah terlambat.

Pada bagian inilah pembaca akan mulai merasa kesal, kecewa dan sedikit emosi. Tapi yakinlah, cinta tak pernah salah tempat dan waktu, mereka tahu harus berlabuh ke mana, pada siapa dan kapan” Namun, ini belum ending cerita. Masih ada bagian-bagian yang membuat pembaca elus-elus dada, baper tentunya (karena pengalaman mungkin) dan bahkan berurai air mata (ini lebay wkwk).
Yah.. untuk endingnya saya tidak ceritakan ya. Langsung saja dibeli novelnya. Seru dan tidak mengecewakan :D
"Rasa cinta akan menemukan jalan dan muaranya masing-masing. Sekuat apa pun setiap orang menahannya, sejauh apa pun jalan yang harus ditempuh... Jika mereka ditakdirkan bersama dan saling mencintai, mereka akan bersama pada waktunya.”(hlm. 159)

"Meskipun ada seseorang yang pernah mengisi hati kita.... Apakah kita tidak boleh jatuh cinta pada orang lain dan membuat cerita baru untuk berbahagia dengannya? (hlm. 287)

  (behind the scene :D)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi dan Sinopsis Novel Matahari - Tere Liye

Terbiasa dengan Luka

Hai, Aku Matilda