Bagaimana si Miskin Mati?




Judul           : Bagaimana Si Miskin Mati
Penulis        : George Orwell
Penerbit      : Penerbit OAK, 2016
Tebal           : 220 Hlm


That's something that I can't talk about in here. You better read the book and find out by yourself.

*****

Timeline twitter memang paling “OKE” buat stalking buku-buku bagus. Bagaimana si Miskin Mati menarik perhatian saya kala itu. Saya tertarik untuk membelinya, dan tentu saja harus lewat online shop tertentu yang menjualnya.

Ketika saya membaca esai-esai Orwell yang menuntut kefokusan dan daya analisis yang tinggi saya hampir putus asa dan kurang mengerti jalan ceritanya. Tapi berkat bantuan keadaan sekitar saya mulai memahaminya, bahwa banyak kejadian-kejadian yang mirip dengan kehidupan kita.

Dalam Menembak Seekor Gajah, ada suatu fenomena kebiasaan yang sering terjadi ketika sebuah kabar besar yang tidak diketahui sumbernya meledak ke atmosfer masyarakat.
Hal seperti ini selalu terjadi di Asia; sebuah cerita selalu terdengar cukup jelas dari kejauhan, tapi semakin Anda mendekat ke tempat terjadinya insiden, cerita menjadi semakin kabur. Beberapa orang bilang, si gajah pergi ke satu arah, tapi beberapa yang lain bilang ia pergi ke arah lain--bahkan ada juga yang mengaku tidak pernah mendengar kabar apapun soal gajah mengamuk. Ketika saya sudah hampir yakin bahwa cerita itu hanyalah semacam sebuah kebohongan massal, sebuah jeritan terdengar.

Kenangan di Toko Buku
menggambarkan sedikit kebiasaan saya, atau mungkin kamu juga saat mampir ke toko buku atau perpustakaan. Sebuah kebiasaan yang sekarang sudah mulai sirna, karena produk buku tersebut justru sedang digandrungi sekarang ini.
Dan satu hal menarik yang lain lagi--tiap dua atau tiga tahun, penerbit-penerbit menyuarakan kecemasan mereka atas hal ini--adalah ketidakpopuleran cerita pendek. Orang-orang yang meminta penjaga perpustakaan untuk memilihkan buku untuknya, selalu mengatakan di awal bahwa mereka "tidak ingin membaca cerita pendek", atau "tidak mau membaca cerita kecil".

Kalau ditanya alasannya apa, karena mereka tidak ingin berkenalan dengan karakter yang baru. Tapi, Orwell justru lebih memberatkan kesalahan pada penulisnya.

Karena Puisi dan Mikrofon, saya menyadari bahwa pengisi acara radio tidak bisa diremehkan. Saya kadang merasa, memangnya apa untungnya siaran radio? Iklan di tv saja saya tidak suka, untuk apa ada yang rela beriklan di radio? Tapi, ada sebuah kenikmatan tersendiri yang dirasakan pengisinya, terutama para pembaca puisi, yang menunjukkan pada saya bahwa radio adalah sebuah kenyamanan bagi mereka.
Pembacaan puisi dianggap mengerikan karena di sana hampir selalu ada pendengar yang bosan atau tidak bersahabat dan tidak dapat mengakhiri keterlibatan mereka hanya dengan memutar sebuah kenop. Di radio, keadaan ini tidak akan dijumpai. Sang penyair akan merasa bahwa ia membacakan karyanya kepada seseorang yang mengagumi karyanya, dan adalah sebuah fakta bahwa penyair yang terbiasa melakukan siaran dapat membaca karyanya di depan mikrofon dengan suatu pesona yang tidak mungkin ia capai apabila ia membaca di depan audiensi yang benar-benar duduk di depannya.

Saya nggak tahu kenapa, tapi beberapa poin yang dibuat Orwell dalam Catatan Tentang Nasionalisme menggelitik saya. Mungkin kamu juga.
Penting bagi kita untuk memperbaiki gambar sederhana yang terpaksa harus saya gurat. Pertama, kita tidak boleh berasumsi bahwa semua orang, atau bahkan semua intelektual, terjangkit nasionalisme. Kedua, nasionalisme bisa saja hanya muncul secara berantara, atau dalam bentuk terbatas. Seseorang yang cerdas bisa saja mempercayai sesuatu yang ia tahu absurd, dan ia mungkin tidak mempercayainya dalam waktu yang lama, namun kemudian kembali mempercayainya ketika sedang marah atau sentimental, atau ketika ia yakin bahwa tidak ada isu penting yang dipertaruhkan. Ketiga, sebuah kepercayaan nasionalistik bisa saja dipercayai karena alasan-alasan yang tidak nasionalistik. Keempat, lebih dari satu jenis nasionalisme, bahkan yang bertentangan, dapat hidup berdampingan dalam pikiran seseorang.

Bila seseorang memiliki loyalitas atau kebencian nasionalistik, fakta-fakta tertentu, meski diketahui benar, tetap tidak akan diterima.

Mereka yang mengharamkan kekerasan, bisa mengharamkan kekerasan karena ada orang lain yang mau melakukan kekerasan untuk mereka.

Bahkan bila seorang nasionalis tidak menyangkal bahwa kebiadaban itu terjadi, bahkan bila ia tahu bahwa kebiadaban yang sama akan ia kutuk bila dilakukan oleh pihak lain, bahkan bila ia mengakui secara intelektual bahwa kebiadaban itu tidak dapat dibenarkan--ia tetap tidak akan merasa bahwa kebiadaban itu salah. Karena loyalitas merongrong, rasa welas asih lenyap.

Saya juga suka ironi-ironi pada Anda dan Bom Atom dan Semangat Olahraga.
Dulu, sering sekali diungkit tentang bagaimana pesawat terbang akan "melenyapkan batas antar negara; nyatanya, sejak pesawat digunakan sebagai senjata, batas antar negara menjadi tak tertembus. Dulu juga, radio digadang-gadang akan memperkuat pengertian dan kerja sama antar bangsa; nyatanya, radio menjadi sarana untuk mengisolir satu bangsa dari yang lain. Bom atom bisa saja menuntaskan proses itu dengan cara merampok kelas yang tereskploitasi, mendorong berbagai lapisan masyarakat untuk memberontak, dan di saat bersamaan, menobatkan para pemilik bom atom sebagai penguasa-penguasa yang berkekuatan setara.

Bila semangat kompetitf sudah dipicu, pertandingan akan dimainkan tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku. Orang ingin melihat satu pihak menang dan pihak lain dipermalukan, dan mereka lupa bahwa kemenangan yang diraih dengan cara-cara curang atau keterlibatan penonton tidaklah berarti. Bahkan ketika para penonton tidak melibatkan diri secara langsung untuk mempengaruhi hasil pertandingan, mereka mendukung tim mereka dan menggertak tim lawan dengan teriakan dan cemoohan. Olahraga serius tidak ada hubungannya dengan fair play. Ia hanya berkaitan dengan kebencian, kedengkian, kesombongan, ketidakpedulian terhadap aturan, dan kenikmatan sadistik yang didapat dari kekerasan: dengan kata lain, perang tanpa senjata.

Bila Anda ingin menebar kebencian di dunia ini, cara terbaik Anda untuk itu adalah menggelar pertandingan sepak bola antara bangsa Yahudi dan Arab, Jerman dan Ceko, India dan Inggris, Rusia dan Polandia, dan Italia dan Yugoslavia, dengan kehadiran seratus ribu penoton di masing-masing pertandingan.

Nah, pada Dendam itu Pahit Rasanya, di dalamnya ada kutipan:
Bila kita pikirkan benar-benar, balas dendam itu sebenarnya tidak ada. Balas dendam adalah sebuah tindakan yang ingin kita lakukan ketika dan karena kita tidak berdaya: ketika ketidakberdayaan kita lenyap, lenyap pula keinginan kita untuk balas dendam.

Tentu saja pemikiran-pemikiran yang dikemukakan Orwell tidak selamanya sejalan. Melihat latar belakangnya secara sepintas pun, saya sadar akan ada banyak hal rumit yang bertolak belakang dengan pemikiran saya dan beberapa pemahaman terhadap sesuatu. Misalnya ketika Orwell mengatakan sesuatu tentang kemikmatan surga. That's something that I can't talk about in here. You better read the book and find out by yourself.

Yang paling menarik bagi saya adalah di Politik dan Bahasa Inggris. Di sini ada tips menulis kalau bahasa saya dari Orwell yang bisa digunakan agar tulisan kita tidak 'biadab'.
a.Jangan pernah menggunakan metafor, kiasan, atau ungkapan yang sudah biasa Anda baca.
b.Jangan pernah menggunakan kata panjang kalau ada kata pendek yang bermakna sama.
c.Bila ada kata yang bisa dipangkas, pangkas kata itu.
d.Jangan pernah menulis kalimat pasif apabila Anda bisa menggunakan kalimat aktif.
e.Jangan pernah menggunakan frasa asing, kata ilmiah, atau jargon apabila Anda berhasil menemukan padanannya dalam bahasa sehari-hari.
f.Lebih baik Anda melanggar salah satu dari aturan-aturan ini dari pada menulis sesuatu yang biadab.

Terdapat pula wawasan-wawasan tentang hal-hal yang unik dan tidak banyak dipikirkan orang dalam Pusat Hiburan, Bisakah Para Sosialis Berbahagia? Renungan Tentang Katak, dan Bagaimana si Miskin Mati. Dan tentu saja, melalui esai-esai seperti Catatan Kecil Tentang Peradaban, Catatan Tentang Nasionalisme, dan Anda dan Bom Atom, kita dapat menelaah pendapat-pendapat politik Orwell, yang juga menjadi inspirasi dalam karya-karya fiksinya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi dan Sinopsis Novel Matahari - Tere Liye

Terbiasa dengan Luka

Hai, Aku Matilda