Kota Kertas (Paper Towns) – John Green
Judul : Kota Kertas
Pengarang : John Green
Penerjemah : Angelic Zaizai
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun
terbit : 2014
Tebal
buku : 360 hlm
Ukuran
dimensi buku : 20cm
Awalnya
saya tidak mengerti mengapa saya tertarik dengan novel ini. Sampulnya tampak
biasa saja, namun judulnya yang membuat saya tertarik untuk membacanya. Ya,
Kota Kertas. Menarik bukan? Seperti halnya buku Rumah Kertas, saya tertarik
untuk membaca buku Kota Kertas ini.
Di
dalam buku ini ada tokoh Margo dan Q (Quentin) yang paling banyak memegang
kendali dalam novel ini. Di bagian awal cerita, saya mengira Margo adalah
seorang anak lelaki dan Q adalah seorang anak perempuan. Ternyata saya salah.
Margo adalah seorang gadis kecil dengan banyak petualangan dan ide-ide yang tak
masuk diakal, sementara Q adalah seorang lelaki yang menyukai Margo sejak
mereka SD, tetapi ia tak berani mengungkapkan perasaannya kepada Margo kecil.
(Jadi, apakah pada akhirnya mereka
akan bersama atau justru sebaliknya?)
Bagian
paling mengesankan dari novel ini adalah di mana tokoh-tokoh dalam novel ini
akan membawamu berpetualang sejauh mungkin. Mereka bukan mencari harta atau
sejenisnya, tapi mereka ingin memecahkan petunjuk yang tak terduga sebelumya
yang diciptakan oleh Margo Roth Spiegelman. Mereka akan membawamu ke Navy Pier
sampai Deerfield, utara Jacksonville hingga Georgia, Roscoe hingga Agloe, New
York.
Penggunaan
puisi superpanjang berjudul Song of
Myself karya Walt Whitman merupakan
petunjuk yang ditinggalkan Margo Roth Spiegelman.
Lepaskan kunci-kunci dari
pintu-pintu!
Lepaskan pintu-pintu dari kosennya!
Jangan lagi engkau memetik
segalanya dari tangan kedua atau ketiga...
jangan
pula menatap melalui mata si mati... janganlah juga
melahap hantu-hantu
dalam buku.
Aku mengarungi perjalanan abadi
Segalanya bergerak maju dan keluar,
tiada yang gugur
Dan kematian tidaklah serupa dengan
sangkaan siapa pun, dan
bukan
pula sesuatu yang buruk.
Apabila tidak ada di dunia ini yang
peduli aku berpuas diri,
Dan apabila semuanya peduli aku
berpuas diri.
Aku menyerahkan diri kepada tanah
untuk tumbuh dari rerumputan
yang kucintai,
Apabila engkau mendambakan diriku
lagi cari aku di bawah
sol sepatumu.
Engkau nyaris tak tahu siapa diriku
atau apa maksudku,
Namun aku senantiasa akan memberi
engkau kesehatan,
Dan menyaring serta menguatkan
darah milikmu.
Gagal
menangkapku pada kali pertama tetaplah bersemangat,
Melewatkan
diriku di suatu tempat kembalilah mencari,
Aku
berlabuh di suatu tempat menantikan dikau.
Q,
Radar, Ben serta Lacey mulai berpetualang hingga mereka meninggalkan acara
wisuda kelulusan mereka dan berangkat mencari Margo dengan minivan hadiah ulang
tahun Q dengan menggunakan jubah wisuda serta toga yang melekat di kepala. Pada
jam kedua puluh satu mereka tiba di Agloe, New York dan mereka menemukan Margo
Roth Spiegelman di sebuah gudang pertanian terbengkalai sedang menulis.
Tapi
siapa sangka, ketika mereka berhasil menemukan Margo, justru Margo terkejut dan
bertanya untuk apa mereka mencarinya. Padahal, ia sama sekali tak menginginkan
mereka melakukan pencarian itu. Ia memang selalu meninggalkan petunjuk hanya
untuk memberitahukan di mana posisinya, dan keadaannya selalu baik-baik saja,
agar orang disekitarnya tidak perlu mengkhawatirkannya. Itulah Margo Roth
Spiegelman seorang gadis kertas yang ingin tinggal di kota kertas.
“Aku berpikir aku terbuat dari
kertas. Akulah sosok yang tipis yang bisa dilipat, bukan orang lain.
Orang-orang menyukai gagasan seorang gadis kertas. Mereka sejak dulu
menyukainya. Dan yang terburuk adalah aku juga menyukainya, aku
membudidayakannya, tahu tidak? Agloe adalah tempat di mana sosok kertas menjadi
nyata. Satu titik di peta menjadi tempat yang nyata, lebih nyata daripada yang
pernah dibayangkan oleh orang yang menciptakan titik tersebut, kupikir mungkin
potongan kertas berbentuk seorang gadis juga bisa mulai menjadi nyata di sini.
Aku akan pergi ke kota—kota kertas dan takkan pernah kembali lagi.”-Margo Roth
Spiegelman, hlm. 337-338.
Penggunaan
gaya bahasa metafora ala anak remaja dan diksi yang baik yang terdapat dalam
novel ini sangat menarik, mampu menghidupkan imajinasi para pembaca. Saya
yakin, pembaca akan menikmati setiap inci perjalanan yang mereka lakukan.
Kepada
(calon) pembaca, kita diingatkan untuk tidak menjadi orang lain. Be yourself. Kita adalah tunas yang
berbeda dari tumbuhan yang sama. Aku tidak bisa menjadi kau. Kau tidak bisa
menjadi aku. Kau bisa membayangkan orang lain dengan baik-tapi tidak pernah
dengan sempurna.
Selamat
membaca ^^
Komentar
Posting Komentar